Sabtu, 08 Desember 2012

tugas 4 softskill ekonomi koperasi

1.jenis dan bentuk-bentuk koperasi Bentuk-Bentuk Koperasi Menurut undang-undang perkoperasian, koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder. Koperasi Primer adalah semua koperasi yang didirikan dan beranggotakan orang seorang. Sedangkan Koperasi Sekunder adalah semua koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Badan Hukum Koperasi, baik Badan Hukum Koperasi Primer dan atau Badan Hukum Koperasi Sekunder. Dibentuknya Koperasi Sekunder harus berdasarkan adanya kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi usaha bagi koperasi sejenis ataupun berbagai jenis dan tingkatan yang akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan anggota koperasi primer. Karena itu pendirian koperasi sekunder harus bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta mengembangkan kemampuan koperasi primer dalam menjalankan peran dan fungsinya, sehingga pada dasarnya pendirian koperasi sekunder bersifat subsidiaritas terhadap koperasi primer. Koperasi sekunder dapat didirikan tidak hanya oleh koperasi-koperasi sejenis saja, melainkan juga dapat didirikan oleh koperasi yang berlainan jenis karena terdapat kepentingan aktivitas atau kebutuhan ekonomi yang sama, aktivitas atau kebutuhan yang sama tersebut akan dapat dicapai lebih efisien apabila diselenggarakan oleh koperasi sekunder dalam skala kekuatan yang lebih besar. KOPINDO VOICE Profil Anggota KOPMA KOPONTREN KOPEDA Belajar Koperasi Pengertian Koperasi Sejarah Lahirnya Koperasi Prinsip-Prinsip Koperasi Fungsi dan Peran Koperasi Bentuk Dan Jenis Koperasi Organisasi Koperasi Manajemen Koperasi Mengelola Usaha Koperasi Akuntansi Koperasi Perpajakan Koperasi Sisa/Surplus Hasil Usaha Gerakan Koperasi Indonesia Mendirikan Koperasi Jenis-Jenis Koperasi Penjenisan koperasi diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang mana menyebutkan bahwa jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. Dengan demikian, sebelum kita mendirikan koperasi harus metentukan secara jelas keanggotaan dan kegiatan usaha. Dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya. Beberapa jenis koperasi menurut ketentuan undang-undang, adalah : Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang beranggotakan masyarakat baik selaku konsumen maupun produsen barang. Usaha koperasi jenis ini adalah menyelenggarakan fungsi penghimpun dana dan menyediakan pinjaman/modal untuk kepentingan anggota, baik selaku konsumen maupun produsen. Koperasi ini dapat dianggap pula sebagai koperasi jasa. Koperasi Konsumen adalah koperasi yang beranggotakan para konsumen atau pemakai barang kebutuhan sehari-hari. Usaha koperasi jenis ini adalah menyelenggarakan fungsi penyedia barang-barang keperluan sehari-hari untuk kepentingan anggota dan masyarakat selaku konsumen. Koperasi Produsen adalah koperasi yang beranggotakan para produsen barang dan memiliki usaha rumah tangga. Usaha koperasi jenis ini adalah menyelenggarakan fungsi penyedia bahan/sarana produksi, pemrosesan dan pemasaran barang yang dihasilkan anggota selaku produsen. Koperasi Pemasaran adalah koperasi yang beranggotakan para pemasok barang hasil produksi. Usaha koperasi jenis ini adalah menyelenggarakan fungsi pemasaran/distribusi barang yang dihasilkan/diproduksi oleh anggota. Koperasi Jasa adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi pelayanan jasa tertentu untuk kepentingan anggota, misalnya jasa asuransi, angkutan, audit, pendidikan dan pelatihan, dan sebagainya. Dalam praktiknya, terdapat koperasi yang menyelenggarakan lebih dari satu fungsi yang disebut koperasi serba usaha (Multi Purpose Co-operative). Misalkan, Koperasi Pertanian yang anggotanya terdiri dari para petani, dengan usaha meliputi pangadaan sarana pertanian, pemasaran hasil pertanian, pengadaan pupuk dan obat-obatan, pengadaan barang konsumsi, dls. Koperasi semacam ini harus ditentukan usaha pokoknya (core bisiness). Apabila usaha pokoknya cenderung kepada pemasaran hasil pertanian, maka koperasi tersebut berjenis Koperasi Pemasaran. Begitupun koperasi yang dibentuk oleh golongan-golongan, seperti; pegawai negeri, anggota ABRI, karyawan, paguyuban masyarakat, yang menyelenggara kan usaha perkreditan, pertokoan, foto copy, jasa kebersihan, pengadaan peralatan kantor, dls, maka anggota bersama pengurus harus metentukan usaha pokoknya. Khusus mengenai Koperasi Simpan Pinjam diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi, pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam atau usaha tunggal (Single Purpose Co-operative). Dari pelbagai jenis koperasi tersebut, tujuan usaha utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi anggotanya, karena itu anggota koperasi harus berpartisipasi aktif dalam kegiatan koperasinya. Sekalipun demikian, sepanjang tidak merugikan kepentingan anggota, misal; kebutuhan ekonomi anggota telah terpenuhi, koperasi dapat pula memberikan pelayanan kepada bukan anggota sesuai dengan sifat kegiatan usahanya, dengan maksud untuk menarik yang bukan anggota menjadi anggota koperasi, tentunya selama yang bersangkutan belum menjadi anggota harus ada perbedaan pelayanan. 2.permodalan koperasi 1. Modal sendiri dapat berasal dari: a. Simpanan pokok Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Jumlah simpanan pokok setiap anggota adalah sama besar. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. b. Simpanan wajib Simpanan wajib adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan anggota dalam jangka waktu tertentu. Biasanya dibayar tiap bulan. Jumlah simpanan wajib tidak harus sama untuk tiap anggota. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. c. Simpanan sukarela Simpanan sukarela merupakan simpanan yang jumlah dan waktu pembayarannya tidak ditentukan. Simpanan sukarela dapat diambil anggota sewaktu-waktu. d. Dana cadangan Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil Usaha (SHU). Dana cadangan berfungsi untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan. e. Dana hibah. Dana hibah adalah dana pemberian dari orang atau lembaga lain kepada koperasi. 2. Modal pinjaman dapat berasal dari: a. anggota b. koperasi lain c. bank d. sumber lain yang sah 3.evaluasi dan keberasian koperasi dilihat dari sisi anggota Evaluasi Keberhasilan Koperasi dilihat dari Sisi Perusahaan dan Pembangunan Koperasi 1. Efisiensi Perusahaan Koperasi Tidak dapat di pungkiri bahwa koperasi adalah badan usaha yang kelahirannya di landasi oleh fikiran sebagai usaha kumpulan orangorang bukan kumpulan modal. Oleh karena itu koperasi tidak boleh terlepas dari ukuran efisiensi bagi usahanya, meskipun tujuan utamanya melayani anggota. Ukuran kemanfaatan ekonomis adalah adalah manfaat ekonomi dan pengukurannya di hubungkan dengan teori efisiensi, efektivitas serta waktu terjadinya transaksi atau di perolehnya manfaat ekonomi. Efesiensi adalah: penghematan input yang di ukur dengan cara membandingkan input anggaran atau seharusnya (Ia) dengan input realisasi atau sesungguhnya (Is), jika Is < Ia di sebut (Efisien). Di hubungkan dengan waktu terjadinya transaksi/di perolehnya manfaat ekonomi oleh anggota dapat di bagi menjadi dua jenis manfaat ekonomi yaitu : (1) Manfaat ekonomi langsung (MEL) (2) Manfaat ekonomi tidak langsung (METL) MEL adalah manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota langsung di peroleh pada saat terjadinya transaksi antara anggota dengan koperasinya. METL adalah manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota bukan pada saat terjadinya transaksi, tetapi di peroleh kemudian setelah berakhirnya suatu periode tertentu atau periode pelaporan keuangan/pertanggung jawaban pengurus & pengawas, yakni penerimaan SHU anggota. Manfaat ekonomi pelayanan koperasi yang di terima anggota dapat di hitung dengan cara sebagai berikut: TME = MEL + METL MEN = (MEL + METL) BA Bagi suatu badan usaha koperasi yang melaksanakan kegiatan serba usaha (multipurpose), maka besarnya manfaat ekonomi langsung dapat di hitung dengan cara sebagai berikut : MEL = EfP + EfPK + Evs + EvP + EvPU METL = SHUa Efisiensi Perusahaan / Badan Usaha Koperasi: 1. Tingkat efisiensi biaya pelayanan BU ke anggota (TEBP) = Realisasi Biaya pelayanan Anggaran biaya pelayanan = Jika TEBP Oa di sebut efektif. Rumus perhitungan Efektivitas koperasi (EvK) : EvK= Realisasi SHUk + Realisasi MEL Anggaran SHUk + Anggaran MEL =Jika EvK >1, berarti efektif 3. Produktivitas Koperasi Produktivitas adalah pencapaian target output (O) atas input yang digunakan (I), jika (O>1) disebut produktif. Rumus perhitungan produktivitas perusahaan koperasi : PPK = S H U X 100% Modal koperasi = Rp. 102,586,680 X 100% Rp. 118,432,448 = Rp. 86.62 Dari hasil ini dimana PPK > 1 maka koperasi ini adalah produktif. RENTABILITAS KOPERASI Untuk mengukur tingkat rentabilitas koperasi KSU SIDI maka digunakan rumus perhitungan sebagai berukut: Rentabilitas = S H U X 100% AKTIVA USAHA = Rp. 102,586,680 X 100% Rp. 518,428,769 Rp. 19.79 % Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa setiap Rp.100,- aktiva usaha mampu menghasilkan sisa hasil usaha sebesar Rp.19.79,-. Hal ini berarti koperasi KSU SIDI Sanur mampu mengembangkan usahanya dengan baik kea rah yang meningkat. 4. Analisis Laporan Koperasi Analisis Laporan Koperasi Laporan keuangan koperasi merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban pengurus tentang tata kehidupan koperasi. Laporan keuangan sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu alat evaluasi kemajuan koperasi. Laporan Keuangan Koperasi berisi (1) Neraca, (2) perhitungan hasil usaha (income statement), (3) Laporan arus kas (cash flow), (4) catatan atas laporan keuangan (5) Laporan perubahan kekayaan bersih sbg laporan keuangan tambahan. a) Perhitungan hasil usaha pada koperasi harus dapat menunjukkan usaha yang berasal dari anggota dan bukan anggota. Alokasi pendapatan dan beban kepada anggota dan bukan anggota pada perhitungan hasil usaha berdasarkan perbandingan manfaat yang di terima oleh anggota dan bukan anggota. b) Laporan koperasi bukan merupakan laporan keuangan konsolidasi dari koperasi-koperasi. Dalam hal terjadi penggabungan dua atau lebih koperasi menjadi satu badan hukum koperasi, maka dalam penggabungan tersebut perlu memperhatikan nilai aktiva bersih yang riil dan bilamana perlu melakukan penilaian kembali. Dalam hal operasi mempunyai perusahaan dan unit-unit usaha yang berada di bawah satu pengelolaan, maka di susun laporan keuangan konsolidasi atau laporan keuangan gabungan. c) Demikian penulisan ini tidak untuk bertujuan komersil tetapi untuk penambahan nilai dalam menunjang mata kuliah adaptif softskill mengenai ekonomi koperasi. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat untuk kita semua dalam mengembangkan koperasi dengan mengevaluasi kembali manfaat dari hasil yang diberikan dalam koperasi yang dilihat dari sisi perusahaan. 5. Pembangunan Koperasi di Negara Berkembang Pembangunan Koperasi Di Negara Berkembang Pembangunan Koperasi di Indonesia Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting da lam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan, berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan. Pembangunan koperasi dapat diartikan sebagai proses perubahan yang menyangkut kehidupan perkoperasian Indonesia guna mencapai kesejahteraan anggotanya. Tujuan pembangunan koperasi di Indonesia adalah menciptakan keadaan masyarakat khususnya anggota koperasi agar mampu mengurus dirinya sendiri (self help). A. Permasalahan dalam Pembangunan Koperasi Koperasi bukan kumpulan modal, dengan demikian tujuan pokoknya harus benar-benar mengabdi untuk kepentingan anggota dan masyarakat di sekitarnya. Pembangunan koperasi di Indonesia dihadapkan pada dua masalah pokok yaitu masalah internal dan eksternal koperasi. * Masalah internal koperasi antara lain: kurangnya pemahaman anggota akan manfaat koperasi dan pengetahuan tentang kewajiban sebagai anggota. Harus ada sekelompok orang yang punya kepentingan ekonomi bersama yang bersedia bekerja sama dan mengadakan ikatan sosial. Dalam kelompok tersebut harus ada tokoh yang berfungsi sebagai penggerak organisatoris untuk menggerakkan koperasi ke arah sasaran yang benar. * Masalah eksternal koperasi antara lain iklim yang mendukung pertumbuhan koperasi belum selaras dengan kehendak anggota koperasi, seperti kebijakan pemerintah yang jelas dan efektif untuk perjuangan koperasi, sistem prasarana, pelayanan, pendidikan, dan penyuluhan. B. Kunci Pembangunan Koperasi Menurut Ace Partadiredja dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan koperasi Indonesia adalah rendahnya tingkat kecerdasan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena pemerataan tingkat pendidikan sampai ke pelosok baru dimulai pada tahun 1986, sehingga dampaknya baru bisa dirasakan paling tidak 15 tahun setelahnya. Berbeda dengan Ace Partadiredja, Baharuddin berpendapat bahwa faktor penghambat dalam pembangunan koperasi adalah kurangnya dedikasi pengurus terhadap kelangsungan hidup koperasi. Ini berarti bahwa kepribadian dan mental pengurus, pengawas, dan manajer belum berjiwa koperasi sehingga masih perlu diperbaiki lagi. Prof. Wagiono Ismangil berpendapat bahwa faktor penghambat kemajuan koperasi adalah kurangnya kerja sama di bidang ekonomi dari masyarakat kota. Kerja sama di bidang sosial (gotong royong) memang sudah kuat, tetapi kerja sama di bidang usaha dirasakan masih lemah, padahal kerja sama di bidang ekonomi merupakan faktor yang sangat menentukan kemajuan lembaga koperasi. Ketiga masalah di atas merupakan inti dari masalah manajemen koperasi dan merupakan kunci maju atau tidaknya koperasi di Indonesia. Untuk meningkatkan kualitas koperasi, diperlukan keterkaitan timbal balik antara manajemen profesional dan dukungan kepercayaan dari anggota. Mengingat tantangan yang harus dihadapi koperasi pada waktu yang akan datang semakin besar, maka koperasi perlu dikelola dengan menerapkan manajemen yang profesional serta menetapkan kaidah efektivitas dan efisiensi. Untuk keperluan ini, koperasi dan pembina koperasi perlu melakukan pembinaan dan pendidikan yang lebih intensif untuk tugas-tugas operasional. Dalam melaksanakan tugas tersebut, apabila belum mempunyai tenaga profesional yang tetap, dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan yang terkait. Dekan Fakultas Administrasi Bisnis universitas Nebraska Gaay Schwediman, berpendapat bahwa untuk kemajuan koperasi maka manajemen tradisional perlu diganti dengan manajemen modern yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: * semua anggota diperlakukan secara adil, * didukung administrasi yang canggih, * koperasi yang kecil dan lemah dapat bergabung (merjer) agar menjadi koperasi yang lebih kuat dan sehat, * pembuatan kebijakan dipusatkan pada sentra-sentra yang layak, * petugas pemasaran koperasi harus bersifat agresif dengan menjemput bola bukan hanya menunggu pembeli, * kebijakan penerimaan pegawai didasarkan atas kebutuhan, yaitu yang terbaik untuk kepentingan koperasi, * manajer selalu memperhatikan fungsi perencanaan dan masalah yang strategis, * memprioritaskan keuntungan tanpa mengabaikan pelayanan yang baik kepada anggota dan pelanggan lainnya, * perhatian manajemen pada faktor persaingan eksternal harus seimbang dengan masalah internal dan harus selalu melakukan konsultasi dengan pengurus dan pengawas, * keputusan usaha dibuat berdasarkan keyakinan untuk memperhatikan kelangsungan organisasi dalam jangka panjang, * selalu memikirkan pembinaan dan promosi karyawan, * pendidikan anggota menjadi salah satu program yang rutin untuk dilaksanakan.

tugas 3 softskill ekonomi koperasi

1. bentuk-bentuk organisasi Hanel: Merupakan bentuk koperasi / organisasi yang tanpa memperhatikan bentuk hukum dan dapat didefiniskan dengan pengertian hukum • Suatu sistem sosial ekonomi atau sosial tehnik yang terbuka dan berorientasi pada tujuan • Sub sistem koperasi : ü individu (pemilik dan konsumen akhir) ü Pengusaha Perorangan/kelompok ( pemasok /supplier) ü Badan Usaha yang melayani anggota dan masyarakat Ropke : Koperasi merupakan bentuk organisasi bisnis yang para anggotanya adalah juga pelanggar utama dari perusahaan tersebut. · Identifikasi Ciri Khusus v Kumpulan sejumlah individu dengan tujuan yang sama (kelompok koperasi) v Kelompok usaha untuk perbaikan kondisi sosial ekonomi (swadaya kelompok koperasi) v Pemanfaatan koperasi secara bersama oleh anggota (perusahaan koperasi) v Koperasi bertugas untuk menunjang kebutuhan para anggotanya (penyediaan barang dan jasa) · Sub sistem v Anggota Koperasi v Badan Usaha Koperasi v Organisasi Koperasi Di Indonesia : Merupakan suatu susunan tanggung jawab para anggotanya yang melalui hubungan dan kerjasama dalam organisasi perusahaan tersebut. • Bentuk : Rapat Anggota, Pengurus, Pengelola dan Pengawas •Rapat Anggota, • Wadah anggota untuk mengambil keputusan • Pemegang Kekuasaan Tertinggi, dengan tugas : ® Penetapan Anggaran Dasar ® Kebijaksanaan Umum (manajemen, organisasi & usaha koperasi) ® Pemilihan, pengangkatan & pemberhentian pengurus ® Rencana Kerja, Rencana Budget dan Pendapatan sertapengesahan Laporan Keuangan ® Pengesahan pertanggung jawaban ® Pembagian SHU ® Penggabungan, pendirian dan peleburan 2.Hiraki tanggung jawab Pengurus adalah seseorang yang mengelola koperasi dan usahanya. Seperti : Ø Mengajukan rancangan Rencana kerja, budget dan belanja koperasi, Ø Menyelenggarakan rapat bagi para anggotanya, Ø Mengajukan laporan keuangan & pertanggung jawaban, Ø Maintenance daftar anggota dan pengurus, Ø Wewenang, Mewakili koperasi di dalam & luar pengadilan, Ø Meningkatkan peran koperasi di masyarakat. Pengelola adalah Karyawan / Pegawai yang diberikan kuasa & wewenang oleh pengurus untuk mengembangkan usaha dengan efisien & professional, Hubungannya dengan pengurus bersifat kontrak kerja, dan dapat diangkat serta diberhentikan oleh pengurus. Pengawas adalah Perangkat organisasi yang dipilih dari anggota dan diberi mandat untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya organisasi & usaha koperasi. Dengan UU 25 Th. 1992 pasal 39 yang bertuliskan: Ø Bertugas untuk melakukan pengawasan kebijakan dan pengelolaan koperasi, Ø Berwenang untuk meneliti catatan yang ada & mendapatkan segala keterangan yang diperlukan. 3.Pola manajemen Manajemen adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara mencapai tujuan dengan efektif dan efisien dengan menggunakan bantuan / melalui orang lain Dengan demikian Manajemen Koperasi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan melalui usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan.Untuk mencapai tujuan Koperasi, perlu diperhatikan adanya sistim Manajemen yang baik, agar tujuannya berhasil, yaitu dengan diterapkannya fungsi-fungsi Manajemen. 4.Sisa hasil usaha,pengertian,rumusan permasalahan SHU/HSU,prinsip-prinsip nya Pengertian SHU menurut UU No.25/1992, tentang perkoperasian, Bab IX, pasal 45 adalah : -SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurang dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan. SHU bukanlah deviden yang berupa keuntungan yang dipetik dari hasil menanam saham seperti yang terjadi pada PT, namun SHU merupakan keuntungan usaha yang dibagi sesuaidengan aktifitas ekonomi anggota koperasi. Sehingga besaraan SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, besar dan kecilnya nominal yang didapat dari SHU tergantung dari besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi. Maksudnya adalah semakin besar transaksi anggota dengan koperasinya, maka semakin besar pula SHU yang akan diterima oleh anggota tersebut. Hal ini jelas berbeda dengan perusahaan swasta, dimana deviden yang diperoleh oleh pemilik saham adalah proporsional, tergantung dengan besarnya modal yang dimiliki. Hal ini merupakan salah satu pembeda koperasi dengan badan usaha lainnya. Penghitungan SHU bagian anggota dapat dilakukan dengan rumus setelah mengetahui hal-hal yang tercantum dibawah ini SHU total kopersi pada satu tahun buku Bagian (persentase) SHU anggota Total simpanan seluruh anggota Total seluruh transaksi usaha ( volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota Jumlah simpanan per anggota Omzet atau volume usaha per anggota Bagian (persentase) SHU untuk simpanan anggota Bagian (persentase) SHU untuk transaksi usaha anggota. Rumus Pembagian SHU : SHU Koperasi = Y + X Keterangan : SHU Koperasi : Sisa Hasil Usaha per Anggota Y : SHU Koperasi yang dibagi atas Aktivitas Ekonomi X : SHU Koperasi yang dibagi atas Modal Usaha Dengan model matematika, SHU Koperasi per anggota dapat dihitung sebagai berikut: SHU Koperasi AE : Ta/Tk (Y) | SHU Koperasi MU : Sa/Sk (X) Keterangan : Y : Jasa usaha anggota koperasi X : Jasa modal anggota koperasi Ta : Total transaksi anggota koperasi Tk : Total transaksi koperasi Sa : Jumlah simpanan anggota koperasi Sk :Total simpanan anggota koperasi 5.Pola manajemen koperasi Manajer adalah seorang tenaga profesional yang memiliki kemampuan sebagai pemimpin tingkat pengelola, yang diangkat dan diberhentikan oleh Pengurus setelah dikonsultasikan dengan Pengawas. Peranan manajer adalah membuat rencana ke depan sesuai dengan ruang lingkup dan wewenangnya, mengelola seumber daya secara efisien, memberikan perintah, bertindak sebagai pemimpin dan mampu melaksanakan kerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi (to get things done by working with and through people)

Jumat, 16 November 2012

pembagian sisa hasil usaha koperasi

Prinsip-prinsip Pembagian SHU Koperasi Anggota koperasi memiliki dua fungsi ganda, yaitu: a. Sebagai pemilik (Owner) b. Sebagai pelanggan (Costomer) Sebagai pemilik, seorang anggota berkewajiban melakukan investasi. Dengan demikian, sebagai investor anggota berhak menerima hasil investasinya. Disisi lain, sebagai pelanggan, seorang anggota berkewajiban berpartisipasi dalam setiap transaksi bisnis di koperasinya. Agar tercermin azaz keadilan, demokrasi, trasparansi ,dan sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi,maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip pembagian SHU sebagai berikut. 1. SHU yang dibagi adalah yang bersumber dari anggota Pada hakekatnya SHU yang dibagi kepada anggota adalah yang bersumber dari anggota itu sendiri. Sedangkan SHU yang bukan berasal dari transaksi dengan anggota pada dasarnya tidak bibagi kepada anggota, melainkan dijadikan sebagai cadang koperasi. Dalam kasus koperasi tertentu, bila SHU yang bersumber dari non anggota cukup besar, maka rapat anggota dapat menetapkannya untuk bibagi secara merata sepanjang tidak membebani Likuiditas koperasi. Pada koperasi yang pengelolaan pembukuannya sydah bai, biasanya terdapat pemisahan sumber SHU yang berasal dari anggota yang berasal dari nonanggota. Oleh sebab itu, langkah pertama dalam pembagian SHU adalah memilahkan yang bersumber dari hasil transaksi usaha dengan anggota dan yang bersumber dari nonanggota. 2. SHU anggota adalah jasa dari modal dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri SHU yang diterima setiap anggota pada dasarnya merupakan insentif dari modal yang diinvestasikannya dan dari hasil transaksi yang dilakukan anggotakoperasi. Oleh sebab itu, perlu ditentukan proposisi SHU untuk jasa modal dan jasa transaksi usaha yang dibagi kepada anggota. Dari SHU bagian anggota, harus ditetapkan beberapa persentase untuk jasa modal,misalkan 30% dan sisanya sebesar 70% berate untuk jasa usaha. Sebenarnya belum ada formula yang baku mengenai penentuan proposisi jasa modal dan jasa transaksi usaha, tetapi hal ini dapat dilihat dari struktur pemodalan koperasi itu sendiri. Apabila total modal sendiri koperasi sebagian besar bersumber dari simpanan-simpanan anggota (bukan dari donasi ataupun dana cadangan),maka disarankan agar proporsinya terhadap pembagian SHU bagian anggota diperbesar, tetapi tidak akan melebihi dari 50%. Hal ini perlu diperhatikan untuk tetap menjaga karakter koperasi itu sendiri, dimana partisipasi usaha masih lebih diutamakan. 3. Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan Proses perhitungan SHU peranggota dan jumlah SHU yang dibagi kepada anggota harus diumumkan secara transparan, sehingga setiap anggota dapat dengan mudah menghitung secara kuantitatif berapa bartisipasinya kepada koperasinya. Prinsip ini pada dasarnya juga merupakan salah satu proses pendidikan bagi anggota koperasi dalam membangun suatu kebersamaan, kepemilikan terhadap suatu badan usaha, dan pendidikan dalam proses demakrasi. 4. SHU anggota dibayar secara tunai SHU per anggota haruslah diberikan secara tunai, karena dengan demikian koperasi membuktikan dirinya sebagai badan usaha yangsehat kepada anggota dan masyarakat mitra bisnisnya.

tujuan dan fungsi koperasi

Tujuan dan Fungsi Koperasi Posted on October 3, 2011 1. Pengertian Badan Usaha Badan Usaha adalah suatu bagian yang telah ditetapkan dan dibentuk untuk berusaha dan mencapai tujuan tertentu 2. Koperasi sebagai Badan Usaha Koperasi adalah badan usaha atau perusahaan yang tetap tunduk pada kaidah & aturan prinsip ekonomi yang berlaku (UU No. 25, 1992). Mampu untuk menghasilkan keuntungan dan mengembangkan organisasi & usahanya. Ciri utama koperasi adalah pada sifat keanggotaan; sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa. Pengelolaan koperasi sebagai badan usaha dan unit ekonomi rakyat memerlukan sistem manajemen usaha (keuangan, tehnik, organisasi & informasi) dan sistem keanggotaan (membership system) 3. Tujuan dan Nilai Koperasi Memaksimumkan keuntungan, berarti segala sesuatu kegiatan yang dilakukan untuk mencapai pemaksimuman keuntungan Memaksimumkan nilai perusahaan, berarti membuat kualitas perusahaan bernilai tinggi dan mencapai tingkat maksimal, yaitu dari nilai perusahaan itu sendiri Meminimumkan bisaya, berarti segala sesuatu yang dilakukan agar hasil maksimala dan keuntungan besar kita harus meminimalkan segala biaya agar mendapatkan sesuatu yang terbaik 4. Mendefinisikan Tujuan Perusahaan Koperasi Theory of the firm; perusahaan perlu menetapkan tujuan Mendefinisikan organisasi Mengkoordinasi keputusan Menyediakan norma Sasaran yang lebih nyata Tujuan perusahaan : Maximize profit, maximize the value of the firm, minimize cost Koperasi Berorientasi pada profit oriented & benefit oriented Landasan operasional didasarkan pada pelayanan (service at a cost) Memajukan kesejahteraan anggota merupakan prioritas utama (UU No. 25, 1992) Kesulitan utama pada pengukuran nilai benefit dan nilai perusahaan Keterbatasan Teori Perusahaan Maximization of sales (William Banmoldb); jika tidak memaksimumkan penjualan maka anggota akan di pecat, tetapi koperasi tidak Maximization of management utility (Oliver Williamson); antara pemilik da anggota terjadi perbedaan yang mencolok, tetapi koperasi tidak Satisfying Behaviour (Herbert Simon); hanya satu pihak yang berjuang, tetapi koperasi semua anggota berperan penting Teori Laba Konsep laba dalam koperasi adalah SHU; semakin tinggi partisipasi anggota, maka semakin tinggi manfaat yang diterima. Fungsi Laba Innovation theory of profit; perolehan laba yang maksimal karena adanya keberhasilan organisasi dalam melakukan inovasi terhadap produknya. Managerial Efficiency Theounry of profit; organisasi yang dikelola dengan efisien akan meraih laba di atas rata-rata laba normal. @ Kegiatan Usaha Koperasi Key success factors kegiatan usaha koperasi : Status dan motif anggota koperasi, Kegiatan Usaha, Permodalan Koperasi, Manajemen Koperasi, Organisasi Koperasi, Sistem Pembagian Keuntungan (Sisa Hasil Usaha) [Status & Motif Anggota] Anggota sebagai pemilik (owners) dan sekaligus pengguna (users/customers) Owners : menanamkan modal investasi Customers : memanfaatkan pelayanan usaha koperasi dengan maksimal Kriteria minimal anggota koperasi Tidak berada di bawah garis kemiskinan & memiliki potensi ekonomi Memiliki pola income reguler yang pasti [Kegiatan Usaha] Usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan kesejahteraan anggota. Dapat memberikan pelayanan untuk masyarakat (bila terdapat kelebihan kapasitas; dalam rangka optimalisasi economies of scale). Usaha dan peran utama dalam bidang sendi kehidupan ekonomi rakyat. [Permodalan Koperasi] UU 25/1992 pasal. 41; Modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman (luar). Modal Sendiri ; simpanan pokok anggota, simpanan wajib, dana cadangan, donasi atau dana hibah. Modal Pinjaman; bersumber dari anggota, koperasi lain dan atau anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dan sumber lainnya yang sah. [Sisa Hasil Usaha Koperasi] Sisa hasil kegiatan yang dapat dibagikan kepada seluruh anggota koperasi

bentuk-bentuk organisasi dalam koperasi

BENTUK ORGANISASI KOPERASI ATAU MANAJEMEN ORGANISASI Struktur organisasi adalah konfigurasi peran formal yang didalamnya dimaksudkan sebagai prosedur, governansi dan mekanisme kontrol, kewenangan serta proses pengambilan kebijakan . Struktur organisasi koperasi dibentuk sedemikan rupa sesuai dengan idiologi dan strategi pengembangan untuk memperoleh Strategic competitiveness sehingga setiap koperasi boleh jadi mempunyai bentuk yang berbeda secara fungsional karena menyesuaikan dengan strategi yang sedang dikembangkan tetepi secara basic idologi terutama terkait dengan perangkat organisasi koperasi akan menunjukan kesamaan. Sebagai pengelola koperasi, pengurus menghadapi berbagai macam masalah yang harus diselesaikan. Masalah yang paling sulit adalah masalah yang timbul dari dalam dirinya sendiri, yaitu berupa keterbatasan. Keterbatasan dalam hal pengetahuan paling sering terjadi, sebab seorang pengurus harus diangkat oleh, dan dari anggota, sehingga belum tentu dia merupakan orang yang profesional di bidang perusahaan. Dengan kemampuannya yang terbatas, serta tingkat pendidikan yang terbatas pula, pengurus perlu mengangkat karyawan yang bertugas membantunya dalam mengelola koperasi agar pekerjaan koperasi dapat diselesaikan dengan baik. Dengan masuknya berbagai pihak yang ikut membantu pengurus mengelola usaha koperasi, semakin kompleks pula struktur organisasi koperasi tersebut. Pemilihan bentuk struktur organisasi koperasi harus disesuaikan dengan macam usaha, volume usaha, maupun luas pasar dari produk yang dihasilkan. Pada prinsipnya semua bentuk organisasi baik, walaupun masing-masing mempunyai kelemahan. Ada baiknya kita sedikit membahas tentang perangkat organisasi koperasi. setidaknya dalam koperasi kita mengenal 3 perangkat organisasi yang jamak digunakan yaitu: - Rapat Anggota - Pengurus - Pengawas Bentuk Organisasi Menurut Hanel : Merupakan bentuk koperasi / organisasi yang tanpa memperhatikan bentuk hukum dan dapat didefiniskan dengan pengertian hukum. • Suatu sistem sosial ekonomi atau sosial tehnik yang terbuka dan berorientasi pada tujuan. • Sub sistem koperasi : - individu (pemilik dan konsumen akhir). - Pengusaha Perorangan/kelompok ( pemasok /supplier). - Badan Usaha yang melayani anggota dan masyarakat. Bentuk Organisasi Koperasi Menurut Para ahli : Bentuk Organisasi Menurut Ropke : Koperasi merupakan bentuk organisasi bisnis yang para anggotanya adalah juga pelanggar utama dari perusahaan. • Identifikasi Ciri Khusus. - Kumpulan sejumlah individu dengan tujuan yang sama (kelompok koperasi). - Kelompok usaha untuk perbaikan kondisi sosial ekonomi (swadaya kelompok koperasi). - Pemanfaatan koperasi secara bersama oleh anggota (perusahaan koperasi). - Koperasi bertugas untuk menunjang kebutuhan para anggotanya (penyediaan barang dan jasa). • Sub sistem - Anggota Koperasi. - Badan Usaha Koperasi. - Organisasi Koperasi. Bentuk Organisasi Di Indonesia : Merupakan suatu susunan tanggung jawab para anggotanya yang melalui hubungan dan kerjasama dalam organisasi perusahaan tersebut. • Bentuk : Rapat Anggota, Pengurus, Pengelola dan Pengawas •Rapat Anggota, • Wadah anggota untuk mengambil keputusan • Pemegang Kekuasaan Tertinggi, dengan tugas : - Penetapan Anggaran Dasar - Kebijaksanaan Umum (manajemen, organisasi & usaha koperasi) - Pemilihan, pengangkatan & pemberhentian pengurus - Rencana Kerja, Rencana Budget dan Pendapatan sertapengesahan Laporan Keuangan - Pengesahan pertanggung jawaban - Pembagian SHU - Penggabungan, pendirian dan peleburan.

ekonomi koperasi

Konsep, Aliran dan Sejarah Koperasi Konsep Koperasi * Konsep Koperasi Liberal Di sini dinyatakan bahwa koperasi merupakan organisasi swasta, yang dibentuk secara sukarela oleh orang-orang yang mempunyai kesamaan kepentingan, dengan maksud mengurusi kepentingan para anggotanya serta menciptakan keuntungan timbal balik bagi anggota koperasi maupun perusahaan koperasi. Persamaan kepentingan tersebut bisa berasal dari perorangan atau kelompok. Kepentingan bersama suatu kelompok keluarga atau kelompok kerabat dapat diarahkan untuk membentuk atau masuk menjadi anggota koperasi. Jika dinyatakan secara negatif, maka koperasi dalam pengertian tersebut dapat dikatakan sebagai “organisasi bagi kelompok egoisme”. Namun demikian, unsur egoistik ini diimbangi dengan unsur positif sebagai berikut: - Keinginan individual dapat dipuaskan dengan cara bekerjasama antar sesama anggota, dengan saling menguntungkan. - Setiap individu dengan tujuan yang sama dapat berpartisipasi untuk mendapatkan keuntungan dan menanggung risiko bersama. - Hasil berupa surplus/keuntungan didistribusikan kepada anggota sesuai dengan metode yang telah disepakati. - Keuntungan yang belum didistribusikan akan dimasukkan sebagai cadangan koperasi. * Konsep Koperasi Sosialis Konsep koperasi sosialis menyatakan bahwa koperasi direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah, dan dibentuk dengan tujuan merasionalkan produksi, untuk menunjang perencanaan nasional. Sebagai alat pelaksana dari perencanaan yang ditetapkan secara sentral, maka koperasi merupakan bagian dari suatu tata administrasi yang menyeluruh, berfungsi sebagai badan yang turut menentukan kebijakan publik, serta merupakan badan pengawasan dan pendidikan. Peran penting lain koperasi ialah sebagai wahana untuk mewujudkan kepemilikan kolektif sarana produksi dan untuk mencapai tujuan sosial politik. Menurut konsep ini, koperasi tidak berdiri sendiri tetapi merupakan subsistem dari sistem sosialisme untuk mencapai tujuan-tujuan sistem sosialis-komunis. * Konsep Koperasi Negara Berkembang Adanya campur tangan pemerintah Indonesia dalam pembinaan dan pengembangan koperasi di Indonesia membuatnya mirip dengan konsep sosialis. Perbedaannya adalah, tujuan koperasi dalam konsep sosialis adalah untuk merasionalkan faktor produksi dari kepemilikan pribadi ke pemilikan kolektif, sedangkan koperasi di negara berkembang seperti Indonesia, tujuannya adalah meningkatkan kondisi sosial ekonomi anggotanya. Aliran Koperasi * Aliran Yardstick - Dijumpai pada negara-negara yang berideologi kapitalis atau yang menganut perekonomian Liberal. - Koperasi dapat menjadi kekuatan untuk mengimbangi ,menetralisasikan dan mengoreksi. - Pemerintah tidak melakukan campur tanagan terhadap jatuh bangunya koperasi di tengah-tengah masyarakat . Maju tidaknya koperasi terletak di tangan anggota koperasi sendiri. - Pengaruh aliran ini sangat kuat, terutama di negara-negara barat dimana industri berkembang dengan pesat. Seperti di Amerika Serikat, Perancis, Swedia, Denmark, Jerman, Belanda dan lain-lain. * Aliran Sosialis Koperasi dipandang sebagai alat yang paling efektif untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, disamping itu menyatukan rakyat lebih mudah melalui organisasi koperasi. Pengaruh aliran ini banyak dijumpai di negara-negara Eropa Timur dan Rusia. * Aliran Persemakmuran Koperasi sebagai alat yang efisien dan efektif dalam meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat. Hubungan pemerintah dengan gerakan koperasi bersifat Kemitraan/partnership, dimana pemerintah bertanggung jawab dan berupaya agar iklim pertumbuhan koperasi tercipta dengan baik. Sejarah Koperasi Sejarah singkat gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak spontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya. Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya. Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771-1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786–1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi. PENGERTIAN DAN PRINSIP-PRINSIP KOPERASI Koperasi adalah suatu kumpulan orang – orang untuk bekerja sama demi kesejahteraan bersama. Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak social dan beranggotakan orang – orang, badan - badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Koperasi berkaitan dengan fungsi - fungsi : fungsi sosial fungsi ekonomi fungsi politik fungsi etika A. Definisi Koperasi menurut ILO Dalam definisi ILO terdapat 6 elemen yang dikandung dalam koperasi, yaitu : Koperasi adalah perkumpulan orang-orang Penggabungan orang-orang berdasarkan kesukarelaan Terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai Koperasi berbentuk organisasi bisnis yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis Terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan Anggota koperasi menerima resiko dan manfaat secara seimbang B. Definisi Koperasi menurut Chaniago Drs. Arifinal Chaniago (1984) dalam bukunya Perkoperasian Indonesia memberikan definisi, “ Koperasi adalah suatu perkumpulan yang beranggotakan orang - orang atau badan hukum yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya”. C. Definisi Koperasi menurut Dooren Menurut P.J.V. Dooren tidak ada satu definisi koperasi yang diterima secara umum. Disini Dooren memperluas pengertian koperasi, dimana koperasi tidak hanya kumpulan orang-orang melainkan juga kumpulan badan-badan hukum. D. Definisi Koperasi menurut Hatta Definisi koperasi menurut “Bapak Koperasi Indonesia” Moh. Hatta adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. E. Definisi Koperasi menurut Munkner Munkner mendefinisikan koperasi sebagai organisasi tolong – menolong yang menjalankan “urusniaga” secara kumpulan, yang berazaskan konsep tolong – menolong. Aktivitas dalam urusniaga semata - mata bertujuan ekonomi, bukan social seperti yang dikandung gotong - royong. F. Definisi UU No.25 / 1992 Koperasi adalaah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat, yang berdasar atas azas kekeluargaan. 5 unsur koperasi Indonesia Koperasi adalah badan usaha Koperasi adalah kumpulan orang - orang atau badan hukum koperasi Koperasi Indonesia , koperasi yang bekerja berdasarkan prinsip - prinsip koperasi Koperasi Indonesia adalah gerakan ekonomi rakyat Koperasi Indonesia berazaskan kekeluargaan Tujuan Koperasi Berdasarkan UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 3 , tujuan koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional , dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Prinsip - Prinsip Koperasi Prinsip Koperasi menurut Munker Menurut Hans H. Munkner ada 12 prinsip koperasi yakni sebagai berikut. Keanggotaan bersifat sukarela Keanggotaan terbuka Pengembangan anggota Identitas sebagai pemilik dan pelanggan Manajemen dan pengawasan dilakukan secara demokratis Koperasi sebagai kumpulan orang-orang Modal yang berkaitan dengan aspek sosial tidak dibagi Efisiensi ekonomi dari perusahaan koperasi Perkumpulan dengan sukarela Kebebasan dalam pengambilan keputusan dan penetapan tujuan Pendistribusian yang adil dan merata akan hasil-hasil ekonomi Pendidikan anggota Prinsip Koperasi menurut Rochdale Prinsip ini dipelopori oleh 28 koperasi konsumsi di Rochdale, Inggris (1944) dan menjadi acuan bagi koperasi diseluruh dunia. Adapun unsur-unsurnya sebagai berikut. Pengawasan secara demokratis Keanggotaan yang terbuka Bunga atas modal dibatasi Pembagian sisa hasil usaha (SHU) kepada anggota sesuai jasanya. Penjualan sepenuhnya dengan tunai Barang yang dijual harus asli dan tidak dipalsukan Menyelenggarakan pendidikan kepada anggotanya sesuai prinsip koperasi Netral terhadap politik dan agama Prinsip Koperasi menurut Raiffeisen Menurut Freidrich William Raiffeisen (1818-1888) , dari Jerman , prinsip koperasi adalah sebagai berikut. Swadaya Daerah kerja terbatas SHU untuk cadangan Tanggung jawab anggota tidak terbatas Pengurus bekerja atas dasar kesukarelaan Usaha hanya kepada anggota Keanggotaan atas dasar watak, bukan uang Prinsip Koperasi menurut Herman Schulze Prinsip koperasi menurut Herman Schulze (1800-1883) adalah sebagai berikut. Swadaya Daerah kerja tak terbatas SHU untuk cadangan dan untuk dibagikan kepada anggota Tanggung jawab anggota terbatas Pengurus bekerja dengan mendapat imbalan Usaha tidak terbatas tidak hanya untuk anggota Prinsip Koperasi menurut ICA ( International Cooperative Alliance ) ICA didirikan pada tahun 1895 merupakan organisasi gerakan koperasi tertinggi di dunia. Sidang ICA di Wina pada tahun 1966 merumuskan prinsip-prinsip koperasi sebagai berikut. Keanggotaan koperasi secara terbuka tanpa adanya pembatasan yang dibuat-buat Kepemimpinan yang demokrasi atas dasar satu orang satu suara Modal menerima bunga yang terbatas, itupun bila ada SHU dibagi 3 : Sebagian untuk cadangan Sebagian untuk masyarakat Sebagian untuk dibagikan kembali kepada anggota sesuai jasanya Semua koperasi harus melaksanakan pendidikan secara terus-menerus Gerakan koperasi harus melaksanakan kerja sama yang erat, baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional. Prinsip Koperasi Indonesia Menurut UU No. 12 tahun 1967 Prinsip Koperasi Indonesia Menurut UU No. 12 tahun 1967 adalah sebagai berikut. Sifat keanggotaannya sukarela dan terbuka untuk setiap WNI Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pencerminan demokrasi dalam koperasi. Pembagian SHU diatur menurut jasa masing-masing anggota Adanya pembatasan bunga atas modal Mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat umumnya Usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka Swadaya, swakarya, dan swasembada sebagai pencerminan prinsip dasar percaya pada diri sendiri. Prinsip Koperasi Indonesia Menurut UU No.25 tahun 1992 Prinsip Koperasi Indonesia Menurut UU No.25 tahun 1992 adalah sebagai berikut. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka Pengelolaan dilakukan secara demokrasi Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa masing-masing Pemberian batas jas yang terbatas terhadap modal Kemandirian Pendidikan perkoperasian

Selasa, 24 April 2012

noun clause

Definition of noun clause

Noun clause is a clause that functions as a noun. Due to its function as a noun, then the noun clause can occupy the following positions:
1. (subject of a sentence)
2. (object of a transitive verb)
3. (object of a preposition)
4. (complement)
5. (noun in apposition)

Noun clause as the subject of the sentence

exampel:

What you said doesn’t convince me at all.

How he becomes so rich makes people curious.

What the salesman has said is untrue.

That the world is round is a fact.


Noun clause sebagai objek verba transitif

example:

I know what you mean.

I don’t understand what he is talking about.

He said that his son would study in Australia.

Verba yang dapat diikuti noun clause dalam hal ini that-clause antara lain adalah:


Noun clause sebagai objek preposisi

example:

Please listen to what your teacher is saying.

Budi pays full attention to how the native speaker is pronouncing the English

word.

Be careful of what you’re doing.

admit : mengakui

realize : menyadari

announce : mengumumkan

recommend : menganjurkan

believe : percaya

remember : ingat

deny : menyangkal

reveal : menyatakan, mengungkapkan

expect : mengharapkan

say : mengatakan

find : menemukan

see : melihat

forget : lupa

stipulate : menetapkan

hear : mendengar

suggest : menganjurkan

inform : memberitahukan

suppose : mengira

know : tahu, mengetahui

think : pikir, berpendapat

promise : berjanji

understand : mengerti

propose : mengusulkan


Noun clause sebagai noun in apposition

example:

The idea that people can live without oxygen is unreasonable.

The fact that Rudi always comes late doesn’t surprise me.


http://citrasat.wordpress.com/2010/03/14/pengertian-noun-clause/

Kamis, 12 April 2012

conditional sentence

Conditional Sentences
Introduction
In this lecture our concern is not with subtleties in the logical or semantic properties of conditional sentences, but with the tight connection between the meanings of English conditional sentences and features of their grammatical form.

In a conditional sentence, there are two parts, (1) the antecedent = the protasis, and (2) the consequent = the apodosis. In general I will refer to them simply as "P" and "Q", from the logician's tradition of representing material implication as "P implies Q".

Most of the examples we consider will be of the form "if P, Q", but actually there are numerous ways of expressing the meanings that get expressed in English conditional sentences. Here are some examples:

1. "If you come closer, you'll be able to see the parade."
(the form we'll mainly be considering)
2. "Unless you come closer you won't be able to see the parade."
(If you don't stand closer, you won't be able to see the parade)
3. "Do you like it? It's yours!"
(If you like it, it's yours)
4. "Come here and I'll give you a kiss."
(If you come here, I'll give you a kiss.)
5. "Criticize him the slightest bit and he starts crying."
(If you criticize him the slightest bit, he starts crying.)
6. "Get out of here or I'll call the police."
(If you don't get out of here I'll call the police.)
7. "Anyone who does that deserves to be punished."
(If anyone does that, they deserve to be punished.)
8. "With his hat on he would look older."
(If he had his hat on, he would look older.)
9. "Otherwise, I wouldn't be here."
(If things were not the way they are, I wouldn't be here.)

Our main examples will be of type (1) above, marked by the introducer "if", and with the antecedent or subordinate clause preceding the consequent or main clause. (Hence, "if P,Q".)
Dependencies in Conditional Clauses
It is common to think of "if" in English as a kind of conjunction, and to think of the meaning of a conditional sentence as a straightfoward product of the meanings of its component clauses. In the simplest way of thinking of this, the truth of a conditional sentence is a product of the truth values of its individual clauses, according to a truth-table that holds the full sentence to be true unless the P part is true while the Q part is false.

This implies, of course, that each of the parts of a conditional sentence could stand on its own, and could have its truth determined independently of the other. Consider the following sentences:

1. If it rains in California, everybody always gets gloomy.
2. If I touched Jimmy, he would burst into tears. Is it true that "it rains in California"? Yes. Is it true that "everybody always gets gloomy"? No. Therefore, sentence (1) is false.

But of course that line of reasoning doesn't make sense. We have to understand the phrase "in California" as taking the entire sentence in its scope, just as we understand "everbody" as taking in Californians who experience rain, which is not at all what "everybody" means in a self-standing sentence. Sentence (1) is undoubtedly false, but not for the reason worked out from the truth-table for material implication.

Is it true that "I touched Jimmy"? No. I wouldn't think of it. Is it true that "he would burst into tears"? I can't answer that, since a sentence with a conditional modal can't be evaluated on its own. Assuming, for the same of argument, that the second clause is either true or false, then sentence (2) is true. But we know, of course, that the truth of this sentence, as we usually understand it, cannot be determined in that way.

The point is, of course, that the subtle ways in which we understand the actual conditional sentences that get used in everyday talk involve detailed consideration of the actual grammatical form of the sentences themselves.
Types of Meanings of Conditional Sentences
Eve Sweetser, in From Etymology to Pragmatics has classified conditional semantics according to the three domains she speaks of in that book, the content domain, the epistemic domain, and the speech act domain. Content-based conditionals are understood by relating the content of the two clauses to each other. A typical way in which content conditionals can be understood is for the "P" clause to identify a situation which causes or automatically results in the state of affairs signalled by the "Q" clause. This is the case for
* If you drop it, it will break.
* If you say that again, I'll slap you.
* If it rains, we'll cancel the picnic.
Epistemic conditionals are understood as expressions of the reasoning process. If the state of affairs represented by the "P" clause turns out to be true, then we are licensed to believe what we are told in the "Q" clause. Thus:
* If their lights are on, the Wilsons are home from their vacation.
* If the streets are wet, it rained last night.
* If she wins, she's been practicing in secret.
And speech act conditionals are understood as pre-posing to a speech act a "P" clause that identifies the situation which got the speaker to provide the speech act. Thus:
* If you're hungry, I could find something for you in the fridge.
* If you leave before I see you again, have a good time.
* If what I said offended you, I apologize.
We will see, in comparing the verbal forms of conditional sentences, that some combinations can only have the epistemic interpretation, others can have either an epistemic or a content interpretation. I have not explored the formal conditions for being a speech-act conditional.
Verbal Forms

A major descriptive problem that grammarians have to face in dealing with English conditional sentences involves the complex system of compatibility relations between the two parts of a conditional sentence. That is, certain verbal forms occurring in the antecedent clause of a conditional sentence are compatible only with certain other verbal forms in the consequent clause. Some examples of compatible combinations are these:
* If she opens it, they will escape.
* If she opened it, they would escape.
* If she had opened it, they would have escaped.
* If she opened it, they escaped.
Some examples of incompatible (or at least difficult-to-contextualize) combinations are the following:
* *If she'll open it, they had escaped.
* *If she were here, I'll be happy.
* *If she opens it, she had misunderstood my message.
What we need for this set of facts is some set of general principles according to which these acceptability judgments, and the accompanying interpretations, can get explained.

The tools we need for stating these principles include the following:
* First, we need to have a vocabulary for describing the various verbal forms which enter into the compatibility relations just mentioned;
* second, we need to speak of something I will refer to as "epistemic stance" - the speaker's stance on the reality of the proposition expressed in the antecedent clause;
* third, we will need to notice that some sentences give expression to what we can call the "interlocutors' interest" - the speaker's view that of the alternatives recognized by a conditional sentence, one is looked on as matching the speaker's or the hearer's interest (this will be modified below); and
* fourth, we will need to notice features of "polarity" - the difference between positive polarity and negative polarity.

Describing the selection of verbal forms in English conditional sentences is made complex by the facts that some of the relevant categories are not identifiable with particular morphemes or particular individual grammatical notions, but with complexes of these. What this means is that we will have to give different names to forms that have the same, or almost the same, superficial appearance. Furthermore, in discussing the categories we need, it is necessary to keep in mind the difference between "Time" (which we take as a semantic notion) and "Tense" (a grammatical notion).

The names of the verbal-form categories we will use are these:
* present
the form which, in the copula, results in is, am, are and in the non-modal verbs uses the sibilant suffix to express third-person-singular agreement (walks)
* past
the form which, in the copula, results in was, were and otherwise, in the "regular" cases, the simple past-tense inflection (walked)
* future
the expression of future meaning with the modal will followed by the unmarked infinitive
* present subjunctive
this form is the same as the past- tense form, except that, in some dialects (perhaps especially in the U.S.) there is a single form for the copula: were
* past subjunctive
this form is the same as the pluperfect form (had gone, etc.), except that in colloquial English we also find a more complex form (had've gone, etc.), and in colloquial American English we find a form identical to what I will call "conditional perfect": would have gone.
* conditional
this form is constructed with would or could plus the unmarked infinitive (would go, etc).
* conditional perfect
this form is constructed with would or could plus the perfect infinitive (would have gone, etc.)

In general, "perfect aspect" and "progressive aspect" can coexist with most of these forms and contribute their own meanings. In other words, in describing a conditional antecedent, the form "if he has seen her" will be simply classified as "present" for present purposes.
Epistemic Stance
In the immediately following discussion we will combine conditional sentences with sentences having a temporal subordinate clause. We can distinguish three sorts of epistemic stance - positive, neutral, and negative - which will indicate the degree of the speaker's commitment to the actuality of the proposition expressed in a subordinate clause. In the case of positive epistemic stance, the speaker accepts the truth of the proposition expressed in the subordinate clause: Thus, in "when Pat opened the door, the dog escaped", the speaker accepts the idea that Pat did indeed open the door and asserts that at that time the dog escaped. In the case of neutral epistemic stance, the speaker takes no stand on the truth of the proposition expressed by the subordinate clause. Thus in, "If Pat left the door open, the dog undoubtedly escaped", the speaker does not know whether or not Pat left the door open, but asserts an unfortunate consequence of such a state of affairs. And in the case of negative epistemic stance, the speaker assumes that "P" is not true, where "P" is a proposition derivable from (and preserving the polarity of) the form of the antecedent clause. Thus, in "If Pat had left the door open, the dog would have escaped," we hear the sentence as revealing the speaker's belief that Pat did not leave the door open. In using the words "positive" and "negative" epistemic stance, rather than, say, "believes true" and "believes false", I have in mind the fact that we may be dealing with conceits rather than beliefs. And in the case of future-time expressions, such as the difference between "If she invites them, they'll go" and "If she invited them, they'd go", we will interpret the latter sentence not as expressing the speaker's belief that "they" won't get invited, but that - say - "other things being equal", they're not likely to get invited.

It seems to me that there are three basic types of conditional sentences, from the point of view of Epistemic Stance. I can refer to these as Generic (in which the speaker accepts the existence of instances of P but is presenting the "conditional" as a general principle), Neutral (in which the speaker makes no commitment about the actuality of P), and Negative (in which the speaker doubts the actuality of P). The following tables will show the relationships between Epistemic Stance, "Time", and Verbal Form. Each cell in these tables names the form of the verbal expression that expresses the Epistemic Stance (the table), the Time (the column), and appearance as Antecedent or Consequence (the row). Any conditional sentence can be formed by choosing, from one of the tables, one cell from the upper column and one cell from the lower column. (There are some other constraints, to be noted below.)

Generic

Neutral Epistemic Stance

Negative Epistemic Stance

Examples of Neutral-ES and Negative-ES conditionals, illustrating each formal possibility, follow:

Neutral Epistemic Stance








It should be noticed that there are different pragmatic purposes to conditional sentences, which we can think of as causative versus inferential. Those in which the time of the antecedent follows the time of the consequent are necessarily of the inferential type.

Negative Epistemic Stance





The upper left ("past subjunctive") corner of the Negative ES diagram has a special status, in that there is a variety of forms that can express it. The standard form is identical to the pluperfect: "If I hadn't opened it." But there is a general colloquial form "If I hadn't 've opened it" and there is a special American colloquial form "If I wouldn't have opened it." Thus:
* if I hadn't opened it
* if I hadn't've opened it
* if I wouldn't have opened it

A very important fact to notice about this collection of alternatives, and their evaluations, is that it characterizes not only the past Neg-ES forms of conditional antecedents, but also other contexts with Neg-ES meanings.

One such context is as the complement of the verb "wish". Wish is the only verb in English which accepts these forms in its complement. We find (with the same acceptability judgments):
* I wish I hadn't said that.
* I wish I hadn't've said that.
* I wish I wouldn't've said that.
The verb wish is used not only for expressing past counterfactual wishes, but also for expressing present and future wishes. In the case of present- time wishes, we find the sentential complements of wish taking the same present-subjunctive form we found with present Neg-ES antecedents. Thus, in "I wish you lived closer to Berkeley", the past-tense form is used to express a wish about a present-time situation, and in "I wish she were here", the special form "were" (rather than "was") can be used.

There is one observation that keeps us from concluding that the complements of wish are simply identical, in their formal requirements, with Neg-ES antecedents, and that has to do with the FUTURE form. The future Neg-ES antecedent form is the same as the past tense, but in the case of wish, we do not get "*I wish you introduced me to Louise tomorrow", but "I wish you would introduce me to Louise tomorrow." How are we going to account for the obligatory "would" in this clause? I propose that clausal complements of wish and the antecedents of Neg-ES conditonals are indeed constructed in accordance with the same principles, but so far we have left out one set of facts. When such a clause expresses the Interlocutors' Interest (or that of some other discourse-relevant individual), the future-time version is formed with the modal "would". Since "wish" necessarily expresses the speaker's interests, the construction with "would" is obligatory in that case.

This means that we should be able to find cases of "would" in the Neg-ES antecedents of conditional sentences, and that such clauses should be taken as expressing one or both of the conversation participants' interests. That is, in fact, what we find.

Consider first a comparison of cases where we learn from the consequent whether or not the speaker has a positive interest in the outcome.
* If you spoke to my father about that, we'd get in serious trouble.
* If you spoke to my father about that, I might get permission to go.
Both of these sentences are acceptable. We can infer from the first one that the speaker wants the addressee not to have this conversation, and from the second one that the conversation with the father is desired. But the grammatical form of the sentence does not express these judgments. But now let us look at the same sentences with would:
* ?If you would speak to my father about that, we'd get in serious trouble
* If you would speak to my father about that, I might get permission to go.
The oddity of the first of these sentences is that the consequent seems to contradict the assumption suggested by the verb form in the antecedent, assuming that the speaker of the sentence does not want trouble.

Having seen that there is a separate form for Neg-ES future antecedents revealing participant interests, we can now ask whether such a possibility also exists for Neutral-ES sentences. It appears there is, namely in the form of the modal "will". We noted earlier that FUTURE Neutral-ES antecedents use the simple present tense form, instead of the expected will-future; but we can find "will" in sentences exhibiting the participants' positive interests. Compare:
* If the sun'll shine we'll be able to have our picnic.
* ?If it'll rain, we'll have to cancel the picnic.
* If you break another dish, I'll give you a spanking.
* ?If you'll break another dish, I'll give you a spanking.
The questioned sentences in the preceding set are all odd, since they suggest that the speaker wants it to rain, or wants the addressee to break a dish.

In earlier work I suggested that the will...will form of a conditional sentence was dedicated to "negotiations" or "negotiated offers". supported by sentences like "If you'll wash the dishes, I'll dry" and "If it'll make you feel any better, I'll stay another day or two". But I think now that the explanation of these forms is more general, and that the "negotiation" aspect of the interpretation of these sentences is merely a by-product of the sentences' ability to express both participants' interests.

There is a generalization to be captured here. We are now free to say that in future-time antecedents, the modal will is used, and that this form has its present-tense form will in the Neutral- ES case, the past-tense form would in the Negative- ES case. Hence:

In the cases where the future antecedent expresses the interlocutors' interests, the form will is used, in each case: It is well known that the antecedent clauses of conditional sentences are - or are capable of being - "negative polarity contexts", but this is only when the sentence does not express the interlocutors' interest.

Some linguistic forms are generally welcome in only positive (or "positive interest") sentences, e.g., "a little". Other expressions, e.g., "any" (in the relevant meaning), are generally welcome only in sentences expressing uncertainty or negative interest. Compare the following,
* If you come a little closer, you'll be able to see better.
* If you come any closer, I'll call the police.
In the former case, I invite you to come closer, and propose a reason why you should be interested in doing so. In the latter case, I discourage you from coming closer, and I propose a reason for you to want to do otherwise.

If we were to examine the compatibility problems for antecedent and consequent verbal forms in English conditional sentences, mentioned at the beginning of this section, we will find that the ones which are possible are those that "fall out from" the combined principles governing tenses, epistemic stance, and interlocutor interests, and that the ones which are impossible cannot be derived from the patterns that such principles create.
The Challenge
What are the things that need to be explained in a theory of English conditional sentences?
1. The P clause can appear before or after the Q clause.
2. The Q clause can begin with "then" only when the P clause comes first.
3. The relation between the P-clause and its relevant Q-clause appears to be one of long-distance dependencies, which makes it similar to the LI construction.
4. But there's a contradiction here, since the "sealing" (or "island" phenomena that we observe in other instances of LI (in particular in respect to the so- called "WH-island")) doe not seem to hold in the case of conditional sentences.
5. There are compatibility relations in the form of the verbal expressions in the two clauses, such that the form of the verbal expression in each clause depends on whether
* the clause is P or Q
* the clause is of tense past, present, or future
or perhaps simply past vs. nonpast, in the negative cases?
* the epistemic stance is neutral or negative
* the event signalled by P is of positive interest to somebody
6. In some cases the structural feature which is the formal reflection of some such combination of conditions is morphologically complex, and not in a way that lends itself to being understood as a single constituent. This is so, because we have regarded VPs with complex auxiliaries as right-branching structures, where each successive auxiliary is in construction with the entire remainder of the VP. That is, we are not free, willy nilly, to regard "would have" as a single unit, since the structure we have imposed on such sequences is, say, "[would [have [eaten it]]]" and not "[would have] [eaten it]"
* (One wonders what this has to do with some observations of Joyce Tang Boyland (whose office is across the corridor from our classroom) about modal+have sequences functioning as single auxiliaries, in such colloquial sentences as "What would have you said?". See J. T. Boyland, "A corpus study of would + have + past-participle in English", to appear in Nigel Vincent, ed., Historical Linguistics, 1995.)
7. Negative epistemic stance has to be understood in a special way in case the intended time is 'future'. When it is present or past, the meaning is essentially that of counterfactuality; but when it is future it appears to be a matter of other-things-being-equal likelihood. ("If she asks me, I'll aaccept" versus "If she asked me, I'd accept".)
8. The person whose "positive interest" is in question for the positive polarity sentences is one or both interlocutors in a typical case, but it might also be the "individual" we've been referring to as prag, that is, the person from whose point of view something is being expressed, which by default will of course be the speaker or addressee.
9. In our informal discussion of the two parts of a conditional sentence we have been free to use words like "antecedent" vs. "consequent", or even "subordinate clause" versus "main clause", but we need to do better than that in representing the construction that will be able to take care of all of this. We will in fact need some way of showing that the P clause has an "anchoring" function with respect to the Q clause, since it provides the conditions under which the interpretation of the Q clause is based. This might need to be integrated into our proposals for the architecture of our semantic representations, where we once proposed distinguishing "settings" from "scenes". The "settings" part included temporal settings, including tense and aspect, but also temporal, locational, and hypothetical adjuncts.
10. There appear to be some features shared by temporal and conditional adjuncts. One of these is the use of present-tense for future meaning in the subordinate clause. Another is the possibility of a sort of "correlative" phrasing, with "then", when the subordinate clause precedes the main clause. Thus we have both
* When he starts treating me like a friend, then I'll start showing him some respect.
* If he does this, then I'll do that.
11. Shall we arrange for the conditional construction to iterate? I would prefer to think of sentences like the following as instances of language play, and not as evidence of some natural process in English: "If we had some ham, we could make some ham and eggs, if we had some eggs."

All of this means, of course, that when we write up the construction description, it will need to contain a number of primitive semantic/pragmatic notions that require interpretations that have not yet been completely pinned down. These will include our notions of anchoring, epistemic stance, prag's positive interest, and the notion of prag itself.


http://www.icsi.berkeley.edu/~kay/bcg/lec07.html

Selasa, 06 Maret 2012

Bantuan Langsung Tunai

BLT
BANTUAN LANGSUNG TUNAI


Kita sudah tidak asing lagi ketika mendengar kata “BLT” Bantuan Langsung Tunai. Program tersebut dicanangkan oleh pemerintah selama kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Saat ini pemerintah sedang menurunkan angka kemiskinan. Penerimaan bantuan langsung tunai yang dianggarkan tiap orang mendapatkan dana kucuran RP.300.000.
Menurut saya dengan pemberian BLT berdampak kurang baik terhadap masyarakat kurang mampu (MISKIN) karna meningkatkan taraf hidup rakyat bukanlah dengan bembagi-bagikan uang.
Seharusnya pemerintah membuat cara lain untuk diberikan kepada masyarakat. Menurut saya lebih baik pemerintah memberikan program pendidikan gratis selama 12 tahun kepada masyarakat miskin sehingga hasilnya lebih terlihat.
Pemerintah perlu mempunyai inovasi untuk megurangi kemiskinan di Indonesia,karna jika di biarkan Negara kita sulit untuk menjadi Negara yang maju.
Lalu inovasi yang bisa diciptakan pemerintah adalah pasar tradisonal bisa dirubah menjadi supermarket pemerintah yang mendapat potongan harga/bantuan dr pemerintah.
Dimana didalam pasar itu menjual aneka macam kebutuhan masyarakat dengan harga murah,jadi masyarakat kurang mampu bisa merasakan bantuan yang lebih bermanfaat. Dimana barang-barang tersebut langsung pemerintah beli dari para petani,peternak yang ada di wilayah Indonesia. Hal tersebut menguntungkan semua pihak karena petani bisa menjual hasil panen nya kepada pemerintah,masyarakat kurang mampu pun bisa berbelanja di pasar pemerintah tersebut dengan harga terjangkau.

Senin, 05 Maret 2012

adverbial clause

Definition, Types and Examples of adverbial clause

A.Understanding adverb clause

Adverb clause consists of two words, namely "adverb" and "Clause"
is an adverb: adverbs that describe the verb (the verb) and adjective (adj),
clause is: the clause.

So the adverb clause is a clause that describes an adjective and a verb and functioning as an adverb.
Adverb clause is composed of eight kinds: such as: adverb clause of time, an adverb clause of place, adverb clause of number, adverb clause of menner, adverb clause of reanson, adverb clause of result, adverb clause of condition, and an adverb clause of contrast .

B.General formulas and examples of adverb clause.

Subject + predicet + conj + subject + predicet.
But it may be appropriate early in conjuntion with the sentence.
example:

a. I met her when + was walking to school.
b. As he was sick, he went to she doctor.
c. I can’t go out because my mother is sick.

C. Types of adverb clause

A. Adverb clause of Reanson
Is: a clause that is used to indicate the cause or reason. Adverb clause of reason at the start with conjunctions (connecting) is: as / since / Because / whereas / on the ground that.

Example:
a. Is I love you, I can do anything for you.
b. Since she has a desire to marry, she discontinued her studing.
c. I stopped the work because I was tired.

2. Adverb clause of Result
Is: a clause that is used to indicate the act or result. Adverb clause of result starting with conjunctions so that, so + adjective + that, + so + adverb that, so.

Example:
a. Nadhavi was so beautiful that I loved her at first sight.
b. He studies so hard that many studienst like him.

3. Adverb clause of Condition
Is: a clause that is used to indicate the condition. Adverb clause of condition at the start with conjunctions if / unless / whether / Provided That and so long as.

Example:
a. If you help me, I shall be happy.
b Unless you tell her about your love, she won’t know it
c. You must do this wheter, you like it or not

4. Adverb clause of Contrast

Contrast is an adverb clause of a clause that explains conflict. Adverb clause begins with the conjunction of Contrast: although, eventh ough, though, whet eyer, no matter, however much, not with standing that.

Example:
a. I still no money although I worked hard
b. Eventhough hehates me, he lend me the bock
c. Though he is rice, he never give me the money

sumber:http://hamikofebria.blogspot.com/2010/11/adverb-clause.html

kenakalan remaja

Masalah kenakalan remaja sering menjadi topik pembicaraan dalam era modernisasi sekarang ini. Kalau di biarkan terus menerus bukan tidak mungkin akan berpengaruh juga pada masa depan bangsa ini. Apa yang menjadi penyebab kenakalan remaja saat ini.

latar belakang kenakalan remaja sekarang mengenai apa yang menjadi penyebab kenakalan remaja sekarang ini yang semakin mengkhawatirkan.

Banyak hal yang menjadi PENYEBAB KENAKALAN REMAJA. Berikut ini hal-hal yang bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.

1.Perhatian orang tua yang sangat kurang terhadap anaknya
2.Anak merasa tidak nyaman dirumah yang disebabkan masalah orang tuanya seperti orang tua sering bertengkar dan diketahui oleh anak-anaknya.
3.Orang tua terlalu membari kebebasan kepada anaknya dalam hal apa saja.
4.Ada kesalahan dalam mendidik anak
5.Kurangnya pendidikan agama
6.Cara bergaul yang salah, dimana si remaja sering bergaul dengan orang-orang yang berakhlak tidak baik.

Perlu adanya bimbingan dan pendekatan secara psikologis agar kenakaln remaja tidak semakin parah. Banyak hal yang menadi penyebab kenakaln remaja, salah satu di antaranya adalah mengenai latar belakang remaja itu sendiri.

Setiap remaja memiliki lingkungan yang berbeda-beda serta latar belakang ekonomi yang berbeda-beda, pergaulan, keluarga, pendidikan dan seterusnya. Pergaulan yang salah menjadi salah satu penyebab terjadinya kenakalan remaja. Apalagi dijaman sekarang ini dengan alasan modernisasi para remaja ingin mencoba sesuatu yang seharusnya tak pantas dikerjakan. Misalnya penggunaan obat terlarang seperti narkoba, minum-minuman keras, pergaulan bebas dsb. Kalau kenakalan remaja dibiarkan begitu saja tentu akan merusak masa depan mereka sendiri, terlebih masa depan bangsa ini.

Jumat, 02 Maret 2012

botani squere menjadi pusat belanja untuk warga bogor

Botani Square adalah pusat perbelanjaan atau mal terlengkap,terbesar dan terkemuka di Kota Bogor. Mal ini dibuka sejak pertengahan 2006. Mal ini memiliki lokasi yang strategis karena berada di pintu keluar tol Bogor (Jagorawi) dan dekat dengan Pool Bus damri baranang siang bogor. Mal ini memiliki tenant ternama seperti Giant hypermarket, Electronic City, Botani XXI, Toko Buku Gramedia, celebrity Fitness, Citrus Dept.Store, Disc Tarra, Han Suki Resto, Oenpao, Wellcomm Shop, A.Kasoem Cikini Optikal, ATM BNI, A&W, BreadTalk, Century Healthcare, Giordano, J.CO Donuts & Coffee, Johnny Andrean, Pizza Hut, Platinum Blackberry Center, Up9, Smart Telecom, LG Phone, Panorama Tours, Kids Toys, Fuji Image Plaza, Kiddy Cuts, JM Top Optical, Electronic City, Fun World, Super Home, Sagoo Kitchen, Oke Shop, Sahabat (Yun Sin), Steak 21, Red Bean, dan masih banyak lagi. Selain itu mal ini juga terintegrasi dengan sebuah hotel ternama yaitu Hotel Santika dan terdapat juga IPB International Convention Center (IICC).


Botani Square menyediakan hampir semua kebutuhan anda mulai dari fashion, entertainment, food and beverages, pameran-pameran dengan tema yang berbeda, dan sejumlah event menarik, yang hanya ditujukan kepada pengunjung setianya.

Suasana mal yang begitu hangat dan didukung oleh alunan musik merdu serta pelayanan customer service kami yang senantiasa selalu ada untuk anda, membuat Botani Square selalu menjadi pilihan yang terbaik bagi masyrakat Kota Bogor untuk berbelanja, makan, atau pun mencari hiburan semata.

Selasa, 10 Januari 2012

arti cinta

Arti Cinta

Di dalam kedinginan jiwaku

Kau hadir mendekap erat kalbuku

Dalam kesendirian nuraniku

Kau temani aku dengan kemesraan

Dalam kegalauan jiwaku

Kau hadir untuk menghiburku

Dalam kesepian malamku

Kau hadir dalam indahnya mimpiku

Tiada yang kupikirkan selama ini

Kecuali aku merasa berarti bersamamu

Kan kuayun langkahku ini

Bersama irama kerinduan

Kangen khan slalu menyelimuti hatiku

Tak ada sesuatu terindah untuku

Karena kau segala-galanya bagiku

forgive me

Bayanganmu DihatikuTersenyumlah saat kau mengingatku Karena saat itu aku sangat merindukanmu Dan menangislah saat kau merindukanku Karena saat itu aku tak berada disampingmu Tetapi pejamkanlah mata indahmu itu Karena saat itu aku akan terasa ada didekatmu Karena aku telah berada dihatimu untuk selamanya Tak ada yang tersisa lagi untukku Selain kengan-kenangan yang indah...

...................

Persahabatan kokoh

persahabatan yang akan terus utuh dan kokoh

itu apabila kita memulainya

dengan saling kepercayaan dan keterbukaan..

dengan adanya keduanya insyaAllah tak ada perselisihan.

kebersaamaan itu indah,

jangan buat suatu kesalahan

yang akan membuat ikatan persahabatan putus.

Jangan segan atau malu atau menundanunda

ketika kau ingin memeluknya,

sayangilah ia selagi ia masih bersamamu.

sahabat

Puisi Sahabat Yang Baik

sahabat yang baik

adalah sahabat yang cepat mengetahui kita dalam kesulitan

dan tidak hanya dalam kesenangan

karena kebanyakan sahabat sekarang

banyak yang mau dekat dengan kita

bila kita punya uang dan harta yang berlimpah

jadi carilah sahabat yang bisa mengerti apa artinya hidup yang singkat ini

dan tidak mengutamakan kekayaan

tapi lebih kepada solusi apa itu hidup

yang bisa mensyukuri dan menikmati setiap saat

loveeeeeeeeeeeeee

Untukmu Ayah Untukmu Ibu Kasihmu… sayangmu… selalu kau berikan padaku… Kau banting tulangmu… kau peras keringatmu… Namun kau selalu berusaha tersenyum didepanku… Walau ku sering mendurhakaimu… kau tak pernah berhenti memberi semua itu… Kau pun tak pernah sedikitpun meminta balasan dariku… Karena ku tau… kau lakukan semua itu… Hanya untuk membuatku bahagia… Kau cahaya hidupku…

my life

Setiap orang seharusnya melakukan 2 hal dengan kesungguh-sungguhan : mengerjakan hal yang sangat ia sukai, dan mengerjakan hal yang sangat ia benci.
 
Senyum adalah anugrah Tuhan bagi setiap manusia yang mengandung cahaya kebaikan dan kesucian, membawa kedamaian bagi yang melihat, dan menumbuhkan welas asih bagi yang memberi. Maka tersenyumlah kepada semua orang.

jangan berhenti

Jangan berhenti. Bukan karena berhenti akan menghambat laju kemajuan anda. Namun sesungguhnya alam mengajarkan bahwa anda tak akan pernah bisa berhenti. Meski anda berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak anda mengelilingi matahari. Maka, bergeraklah, bekerjalah, berkaryalah. Bekerja bukan sekedar untuk meraih sesuatu. Bekerja memberi kebahagiaan diri. Itulah yang diharapkan oleh alam dari anda.
Air yang tak bergerak lebih cepat busuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih gampang berkarat. Hanya perkakas yang tak digunakanlah yang disimpan dalam laci berdebu. Alam telah mengajarkan ini; Jangan berhenti berkarya, atau anda segera menjadi tua dan tak berguna.

Selasa, 03 Januari 2012

selamat ulang tahun papa tersayang

tanggal 14 januari nanti papa saya ulang tahun yang ke 51 tahun. saya belum punya rencana akan membelikan kado apa. saya hanya bisa berdoa agar papa saya sehat selalu,di beri umur panjang,murah rezeki,dan semoga allah memberikan cinta nya yang sempirna untuknya. mungkin pada hari ulang tahun papa saya,saya tidak berada di rumah karna berada di kosan.